Oleh: Riky Rinovsky,
Pengurus Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Kepri, Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Advokasi
Tinggal beberapa bulan, lagi bangsa ini akan segera menggelar hajat akbar demokrasi berupa Pemilu Serentak 14 Februari 2024, berupa pemilihan Presiden anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Khusus untuk pemilihan parlemen, kita selalu disuguhi istilah: Parliementary Threshold (PT). Hal yang dimaksudkan dengan PT adalah ambang batas minimal perolehan suara Parpol dalam Pemilu untuk bisa mendapatkan kursi di parlemen (DPR).
Istilah lain yang sering kita kenal adalah Electoral Threshold (ET) berupa: ambang batas minimal perolehan suara parpol dalam pemilu untuk bisa mengikuti Pemilu lima tahun berikutnya.
Tetapi ET tak pernah dipakai dalam rentang sejarah pemilu di Indonesia.
Baik PT maupun ET sebenarnya bertujuan untuk menyederhanakan sistem kepartaian di Indonesia, dari multiply party (multi partai) ke simplified party (partai sederhana) dalam rangka mewujudkan sistem pemerintahan presidensial yang lebih efisien.
Namun sampai saat ini upaya penyederhanaan partai politik melalui Pemilu belumlah berhasil. Hal ini tercermin dari masih banyaknya partai politik baru yang bermunculan setiap akan pemilu (the new bottle but old wine).