Gudangberita.co.id – Di awal abad ke-19, Hindia Belanda menjadi saksi pertemuan dua dunia pengobatan yang saling bertentangan: pengobatan modern ala Eropa dan praktik tradisional dukun lokal.
Di tengah kisah itu, seorang dokter Jerman, Friedrich August Carl, menemukan dirinya terpikat oleh satu pertanyaan besar: bagaimana mungkin dukun yang menggunakan mantra dan ramuan herbal mampu menyembuhkan banyak orang?
Carl tiba di Semarang pada 1823 dengan misi besar dari Departemen Kesehatan Hindia Belanda: membawa kemajuan medis modern ke koloni ini. Namun, kenyataan yang ia temui jauh dari dugaan.
Baik penduduk lokal maupun orang Eropa di sana lebih memilih dukun daripada dokter. Di mata Carl, ini adalah anomali. Metode dukun tidak sesuai dengan ilmu kedokteran yang ia pelajari, tetapi hasilnya sering kali tak terbantahkan.
Keingintahuan Carl memicu perjalanan panjang yang tidak biasa. Ia mulai mengamati praktik dukun dengan hati-hati. Berbekal pengamatannya, ia menyimpulkan bahwa mantra hanyalah pelengkap, sedangkan kunci utama kesembuhan terletak pada obat herbal yang digunakan.
Ramuan ini, meski didasarkan pada kebiasaan dan pengalaman, kerap memberikan hasil yang efektif.
Namun, Carl tak puas hanya mengamati. Ia mulai meneliti bahan-bahan herbal itu secara ilmiah. Ia bertanya kepada siapa sajaβpenduduk lokal, pedagang, hingga pasien. Bahkan, ia berani menjadikan dirinya sendiri sebagai objek eksperimen.