Batam – Penolakan Singapura atas ternak babi impor dari Batam bikin geger dunia usaha ternak babi se-Indonesia. Hal ini karena pihak Singapura mengklaim dari hasil penelitian, ada penyakit virus mematikan yang menjangkiti babi yang dikembangbiakkan di Pulau Bulan, Kota Batam.
Ketua Gabungan Usaha Peternakan Babi Indonesia (GUPBI) Bali I Ketut Hari Suyasa mengaku kaget mengapa peternakan babi di Pulau Bulan, Batam, Kepulauan Riau yang notabene-nya merupakan sebuah peternakan terkoloni dan dengan pengawasan biosecurity yang ketat dan sangat baik, tetapi pada akhirnya peternakan tersebut masih terdampak oleh wabah demam babi Afrika (African Swine Fever).
“Yang membuat kita agak sedikit kaget ya, kenapa kemudian Pulau Bulan yang notabene adalah peternakan yang terkoloni, terus saya percaya pengawasan terhadap biosecurity-nya juga ketat, sehingga kita kaget kenapa Pulau Bulan bisa terkontaminasi virus ASF,” ungkap I Ketut Hari Suyasa kepada CNBC Indonesia, Selasa (9/5/2023).
Baca juga: 100 Calon Haji Natuna 2023 Bakal Segera Jalani Hal Ini Dalam Waktu Dekat
Menurutnya, ada beberapa hal yang menyebabkan babi-babi di Pulau Bulan bisa terjangkit virus mematikan tersebut. Pertama, virus ASF merupakan virus yang mudah menyebar, dan penyebaran dari virus tersebut melalui perantara orang, barang, dan hewan.
“Notabene virus (ASF) itu gak ada obat, gak ada vaksinnya, mortalitas-nya 100%, daya bunuhnya 100%, kecepatan sebarannya juga 100%,” ungkap Hari.
Hari memberikan contoh, penyebaran virus bisa terjadi melalui perantara lintas orang yang masuk ke kandang dan tidak terkontrol dengan baik, armada yang mengangkut babi, alat tangkap yang digunakan, hingga bahan baku makanan ternak yang masuk ke wilayah Pulau Bulan berasal dari wilayah yang terkontaminasi virus ASF.
Baca juga: Polri Dalami Kasus 16 WNI Korban Perdagangan Orang di Myanmar
Selain itu, Hari menjelaskan, virus ASF juga bisa menyebar dari cara penguburan bangkai babi terjangkit virus ASF tidak sesuai protokol kesehatan yang benar.
“Maka (bangkai babi terjangkit virus) akan menjadi biang kehancuran untuk seterusnya, karena virus itu hidup di tiga hal, yaitu dingin, basah, dan gelap,” ujar Hari.
“Kalau babi yang sudah terkontaminasi virus ASF kemudian ditanam begitu saja, maka di tanah yang dingin, di tanah yang lembab, dan di tanah gelap, virus itu akan hidup. Setiap peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau, virus itu akan menyerang lagi. ini berbahayanya,” terangnya.
Maka, penanganan bangkai babi, menurut dia, menjadi hal yang sangat penting jika wilayah tersebut ke depannya masih ingin beternak babi lagi.
Selanjutnya: Peluang untuk Buka Kembali Ekspor Ternak Babi ke Singapura..