SEORANG kawan di Perumahan Pluto kawasan Tanjunguncang, menyumpah. Sudah sebulan air kran di rumahnya, tak lancar. Kalau pun hidup, tunggulah jam dua atau tiga dini hari. Itupun di hari-hari libur. Kalau hari biasa, alamat tak mandi anaknya pergi sekolah. Dia pun terpaksa menyediakan lebih banyak ember.
Kisah serupa dialami sejumlah warga Batam di wilayah lainnya. Air yang sekarang dikelola PT Moya Indonesia Batam dianggap jauh dari harapan. Padahal Moya yang menggantikan PT Adhya Tirta Batam (ATB) diharapkan mampu mengelola kebutuhan air bersih menjadi lebih baik dengan indikator; lancar alirannya dan kinclong warna airnya. Namun kenyataan, air PT Moya tak mengalir jauh, bahkan di kawasan-kawasan terdekat dengan waduk sumber air pun sering mengalami gangguan.
Walikota Batam yang juga Ex Officio Kepala BP Batam Muhammad Rudi “mati-matian” membela PT Moya. Di berbagai kesempatan dia seakan menegaskan bukan salah PT Moya, tapi memang kondisi pipa-pipa air tersebut sudah tua dan kemampuan mengalirkan air tidak sebanding dengan tingginya jumlah penduduk Kota Batam yang mencapai 1,2 juta.
Hanya saja, bukankah PT Moya dipilih diantaranya untuk mengatasi persoalan distribusi air di atas? Entahlah, kita tidak tahu bagaimana isi detail kontrak kerja BP Batam dan PT Moya. Yang jelas, jika kehadiran Moya sekedar mengalirkan air dari waduk ke rumah warga tanpa komitmen ikut berinvestasi di sektor jaringan pipa dan sumber air, banyak perusahaan di daerah ini mampu melakukannya. Bahkan sangat mungkin, sekelas pengusaha air galon juga sanggup.