Batam – Keran ekspor pasir laut yang dibuka kembali oleh pemerintah tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri, terutama bagi penggiat lingkungan di Provinsi Kepulauan Riau. Bukan tanpa alasan, Kepri menjadi daerah pengekspor pasir laut terbesar untuk mereklamasi Singapura sejak berpuluh tahun.
Sejak 1976, pasir dari perairan Batam dan Karimun, Kepri, dikeruk secara ugal-ugalan untuk mereklamasi Singapura. Bahkan sebelumnya, volume pasir yang diekspor ke Singapura lebih kurang 250 juta meter kubik per tahun.
Kini keran ekspor pasir laut kembali dibuka sejak ditutup beberapa tahun terakhir akibat dampak kerusakan lingkungan, seperti pulau-pulau kecil yang tenggelam. Namun pemerintah punya alasan tersendiri terkait kebijakan ini.
Kabar tak sedap berembus, jika pemerintah membuka lagi keran ekspor pasir laut untuk memuluskan investasi Singapura di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. Namun Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun menegaskan, dibukanya keran ekspor pasir laut hasil sedimentasi tidak ada hubungannya dengan upaya
Aturan pembukaan keran ekspor pasir laut dari hasil sedimentasi itu termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Beleid ini diteken pada 15 Mei 2023 lalu oleh Jokowi.
Kurang dari sebulan sejak penandatangan beleid tersebut, sebanyak 95 pengusaha Singapura datang mengunjungi IKN Nusantara. Pada 2019 lalu, Singapura merupakan importir pasir laut terbesar di dunia.
“Enggak ada hubungannya (ekspor pasir laut dengan investasi Singapura di IKN). Ini sebetulnya yang di dalam kepres itu (PP Nomor 26 Tahun 2023) adalah pasir sedimen ya,” ujar Jokowi saat ditanyakan media di Kantor Pusat BPKP, Rabu (14/6).
Jokowi mengungkapkan pasir sedimen mengganggu pelayaran dan terumbu karang. “Memang arahnya ini, rapatnya sudah lama sekali, bolak-balik masih,” ujarnya.