DI SEBUAH pagi penuh makna di Ballroom Planet Holiday, Batam, Rabu (7/5), Ketua PWI Batam Muhammad Khavi Ansyari melakukan sebuah gestur yang sederhana, tapi penuh simbol: memakaikan tanjak, penutup kepala khas Melayu, kepada para petinggi PWI Pusat, Ketua Umum Zulmansyah Sekedang, Sekjen Wina Armada, dan Ketua Dewan Kehormatan Sasongko Tedjo.
Di atas panggung pelantikan yang biasanya hanya diisi formalitas, Diplomasi Tanjak muncul sebagai pesan yang jauh lebih dalam. Bukan sekadar penghormatan budaya, tapi pernyataan sikap. Karena Khavi sadar, PWI sedang terbelah dua kubu. Dan ia memilih berdiri di kubu yang ia yakini membawa integritas dan marwah organisasi.
Sejak pemberhentian Hendry Ch Bangun dari posisi Ketua Umum karena kasus cashback, PWI diguncang badai dualisme. Hendry menolak mundur dan menggalang kekuatan di daerah-daerah, menciptakan kesan PWI terbelah. Di sisi lain, secara legal dan formal, organisasi sah berjalan di bawah komando Zulmansyah Sekedang.
Khavi tahu betul di mana ia berdiri. Lewat Diplomasi Tanjak, ia tak hanya menyematkan kain simbol kehormatan itu di kepala para pemimpin sah, tapi juga menyematkan dukungan politik yang elegan. Tanpa berteriak, tanpa spanduk, tanpa jargon, Khavi menyatakan: Batam dan Kepri bersama kubu yang menjaga marwah.