LANTAI dingin ruang DPRD Batam menjadi saksi bisu kekecewaan yang teramat dalam dari sejumlah guru honorer, Senin (7/1/2025).
Tubuh mereka terkulai, bersandar tanpa daya setelah rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IV yang mereka harapkan membawa keadilan justru meninggalkan luka. Keluhan memenuhi ruangan, melukiskan perjuangan panjang yang seolah tak dihargai.
Di antara mereka, ada Maryuliansyah, seorang guru honorer pemko yang telah mengabdi selama 18 tahun. “Kami kalah bersaing dengan honorer BOS yang baru setahun mengabdi. Masa kerja kami lebih lama, tapi hasilnya tak ada yang memihak.”
Janji yang Tak Tertunaikan
Awalnya, para guru honorer pemko dijanjikan afirmasi 100 persen dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Namun, dalam perjalanan, kebijakan berubah. Honorer dari dana BOS—yang belum lama bekerja—ikut bersaing dalam seleksi dengan posisi setara.
“Janji afirmasi itu lenyap begitu saja. Kami dipaksa bersaing dengan mereka yang bahkan baru satu-dua tahun mengajar,” ujar Maryuliansyah.
Beban kerja yang berat selama bertahun-tahun juga menjadi bagian dari keluhan mereka. “Tugas kami lebih banyak dibandingkan guru lain, tapi tetap saja, hasilnya tidak berpihak. Padahal wali kota Batam pernah menjanjikan pengangkatan PPPK di Engku Putri. Nyatanya, kami malah terpuruk,” lanjutnya.