Gudangberita.co.id, Batam – Muharram termasuk bulan suci dalam Islam dan menjadi bulan paling utama untuk menjalankan puasa setelah puasa Ramadan. Pahala puasa Muharram tidak terdapat dalam ibadah lainnya.
Dalam kalender Hijriah, Muharram adalah bulan pertama yang mengawali tahun baru Islam. Sejumlah peristiwa penting terjadi pada bulan ini, terlebih pada hari Asyura atau 10 Muharram.
Imam Baihaqi dalam Kitab Fadha ‘Ilul Quqat mengeluarkan riwayat yang panjang terkait peristiwa yang terjadi pada hari Asyura. Mulai dari penciptaan Nabi Adam AS dan diterimanya tobatnya, penciptaan Nabi Ibrahim AS dan selamatnya ia dari api, hingga tenggelamnya Firaun saat mengejar Nabi Musa AS. Berikut bunyi penggalan haditsnya,
“…Allah menciptakan Adam pada hari Asyura. Demikian halnya dengan Hawa. Allah menciptakan Ibrahim di hari Asyura dan pada hari itu pula Allah menyelamatkannya dari api dan mengganti (sembelihannya). Allah menenggelamkan Firaun pada hari Asyura, Allah mengangkat Idris AS pada hari Asyura, Allah menyembuhkan Ayyub pada hari Asyura, Allah mengangkat Isa bin Maryam juga pada hari Asyura, demikian juga ia dilahirkan pada hari Asyura. Allah menerima tobat Adam pada hari Asyura…”
Salah satu amalan yang bisa dikerjakan umat Islam pada bulan Muharram adalah puasa. Abu Hurairah RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
أَفْضَلُ الصَّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ، وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَريضَةِ صَلَاةُ اللَّيْل
Artinya: “Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadan adalah puasa pada bulan Allah Muharram. Dan salat yang paling utama setelah salat fardhu adalah salat malam.” (HR Muslim dalam Shahih-nya bab Fadhlu Shaum Al-Muharram)
Di antara puasa Muharram yang bisa dikerjakan adalah puasa pada hari Asyura. Dalil pelaksanaan puasa Asyura bersandar pada hadits yang menyebut,
وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ صَامَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Artinya: “Dari Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh untuk berpuasa pada hari itu.” (Muttafaq ‘alaih)
Dalam hadits shahih yang termuat dalam Kitab Sunan At-Tirmidzi juga disebutkan,
حَدَّثَنَا هَارُونُ بْنُ إِسْحَاقَ الْهَمْدَانِي، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدَةُ بْنُ سُلَيْمَانَ، عَنْ هِشَامٍ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عَائِشَةَ، قَالَتْ: كَانَ عَاشُورَاءُ يَوْمًا تَصُوْمُهُ فَرَيْسٌ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَصُوْمُهُ فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ، فَلَمَّا افْرِضَ رَمَضَانُ كَانَ رَمَضَانُ هُوَ الْفَرِيضَةُ، وتَرَكَ عَاشُورَاءَ، فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ. وَفِي الْبَابِ عَنِ ابْنِ مَسْعُوْدٍ، وَقَيْسِ بْنِ سَعْدِ، وَجَابِرِ بْنِ سمُرَةَ، وَابْنِ عُمَرَ، وَمُعَاوِيَةَ. وَالْعَمَلُ عِنْدَ أَهْلِ الْعِلْمِ عَلَى حَدِيْثِ عَائِشَةَ، وَهُوَ حَدِيثُ صَحِيحٌ؛ لَا يَرَوْنَ صِيَامَ يَوْمٍ عَاشُورَاءَ وَاجِبًا، إِلَّا مَنْ رَغِبَ فِي صِيَامِهِ لِمَا ذُكِرَ فِيهِ مِنَ الْفَضْلِ.
Artinya: “Dari Harun bin Ishaq al-Hamdani, dari Abdah bin Sulaiman, dari Hisyam bin Urwah, dari ayahnya, dari Aisyah, ia berkata, ‘Pada awalnya, Asyura adalah hari yang di dalamnya orang-orang Quraisy berpuasa pada masa jahiliyah. Ketika itu, Rasulullah SAW juga berpuasa pada hari Asyura. Kemudian beliau datang ke Madinah, beliau juga berpuasa pada hari Asyura tersebut dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa di dalamnya. Lalu ketika puasa Ramadan diwajibkan, maka puasa Ramadanlah yang menjadi fardhu, dan beliau meninggalkan kewajiban puasa Asyura. Maka barang siapa mau berpuasa pada hari itu, ia boleh berpuasa. Dan barang siapa tidak ingin melakukannya, maka ia boleh untuk tidak berpuasa.” (Shahih Abu Dawud, No 2110: Muttafaq ‘alaih)
Selanjutnya: Puasa ini memiliki keutamaan yang tidak terdapat dalam ibadah lain..