KISAH perjuangan DW, seorang perempuan asal Natuna, membuka mata kita tentang peliknya nasib perempuan dan anak yang tidak mendapatkan keadilan dari hubungan perkawinan siri.
Tidak hanya harus menghadapi tekanan psikologis, DW juga harus memperjuangkan hak anak balitanya di tengah kurangnya tanggung jawab dari sang ayah, seorang oknum pejabat daerah.
Ketidakpastian Status dan Perjuangan Identitas Anak
DW, yang kini menjadi ibu tunggal, mengaku bahwa perjuangannya untuk mendapatkan pengakuan atas status anaknya masih jauh dari selesai. Sang ayah, yang semestinya memiliki tanggung jawab besar, justru memutus komunikasi.
“Nomor saya diblokir, tidak ada itikad baik dari pihaknya. Saya hanya ingin anak ini memiliki identitas legal dan hak-haknya terpenuhi,” ujar DW dengan suara bergetar.
Saat ini, anak DW hanya tercatat sebagai “anak ibu,” sebuah status hukum yang sementara waktu memberikan identitas namun tidak menyelesaikan akar permasalahan. DW berencana menempuh jalur hukum jika upayanya tidak direspons.
Kewajiban Hukum Seorang Ayah yang Terabaikan
Menurut hukum di Indonesia, seorang ayah memiliki kewajiban jelas terhadap anaknya. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menegaskan bahwa ayah wajib mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi anak, termasuk memberikan kebutuhan dasar seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan.